Semarang | Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) menjadi tuan rumah penyelenggaraan 1st International Conference on Food Sustainability of Data Science (ICD4SS) bekerjasama dengan FIND4S Enhancing Higher Education Capasity for Sistainable Data Driven Food System in Indonesia.
Acara ini berlangsung 3-4 Oktober 2025 di Auditorium GKB 2 Unimus. Konferensi ini menghadirkan pakar pangan terkemuka dunia dari Belgia, Portugal, Irlandia, dan Jerman. Mereka bergabung dengan akademisi dari Unimus dan perguruan tinggi dalam negeri seperti Undip untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait teknologi pangan berkelanjutan.
Diantaranya dari dalam negeri hadir Wakil Rektor IV Unimus Prof. Muhammad Yusuf, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Pertanian Dr. Nurhidajah, Perwakilan dari Undip Prof. Yoga Pratama, PhD, serta Kepala Prodi Teknologi Pangan Unimus, Yunan Kholifatuddin Sya’di.
Sementara dari luar negeri, hadir para pakar pangan dunia, yakni Prof. Dr. Jan Van Impe, Dr. Monica Polanska, dan Dr. Satyajeet Bhonsale (KU Leuven, Belgia). Kemudian ada Prof. Doutor Alcina Bernardo Morais serta Prof. Rui Morais (Universidade Católica Portuguesa, Portugal). Selain itu, hadir pula Dr. Rajat Nag (University College Dublin, Irlandia) dan Prof. Dr. Jean Titze (Anhalt University of Applied Sciences, Jerman).
Berbeda dari konferensi akademik biasa, ICD4SS menjadi momentum penting bagi Unimus untuk menghubungkan dunia riset, industri, dan pendidikan lintas negara. Didukung pendanaan Uni Eropa, kegiatan ini menjadi bagian dari proyek besar untuk memperkuat kurikulum pendidikan pangan Indonesia agar lebih responsif terhadap isu keberlanjutan global.
Wakil Rektor IV Unimus Muhammad Yusuf menyampaikan ICD4SS merupakan ajang internasional yang membahas isu ketahanan dan keberlanjutan pangan. Menurutnya kegiatan ini dinilai penting untuk kolaborasi riset dan perbaikan kurikulum. “Proyek ini didanai Uni Eropa. Fokusnya meningkatkan standar kurikulum pendidikan di Indonesia agar lebih peduli pada isu food sustainability. Pangan adalah tumpuan utama dunia, dan Indonesia sebagai negara agraris harus menjadi penopang,” kata Yusuf.
Menurutnya, tantangan ketahanan pangan cukup besar. Mulai dari perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, kesehatan, hingga alih fungsi lahan. Karena itu, perlu solusi alternatif yang bisa dipikirkan bersama lintas disiplin. “Unimus sendiri sudah banyak melakukan penelitian tentang pangan berkelanjutan. Misalnya pangan alternatif, edible film, hingga pengawet alami,” tambahnya.
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Pertanian Unimus Nurhidajah menyebut hibah Uni Eropa ini sangat bermanfaat. Khususnya untuk pengembangan program studi teknologi pangan. Termasuk pengadaan peralatan laboratorium baru senilai ratusan juta rupiah. “Sudah ada dua alat yang kita beli, yakni spektrofotometer dan texture analyzer. Nilainya lebih dari Rp 200 juta. Selama ini kami kesulitan karena harus meminjam ke luar kampus. Sekarang bisa dipakai mahasiswa dan dosen untuk riset,” ujarnya.
Tak hanya berhenti pada konferensi, program ini juga meliputi pelatihan internasional, publikasi ilmiah bersama, serta revisi kurikulum dengan universitas mitra agar lebih sesuai dengan kebutuhan industri pangan global. “Kami berharap kerja sama dan hibah ini bisa terus berlanjut. Dengan begitu, internasionalisasi prodi bisa terwujud dan akreditasi ke depan semakin kuat,” tambah Nurhidajah.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Unimus tidak hanya menjadi penyelenggara acara internasional, tetapi juga motor penggerak perubahan pendidikan pangan di Indonesia melalui kolaborasi dan inovasi berkelanjutan.
Reportase Humas Unimus (Tri)