Sekretaris umum MUI Jawa Tengah Drs. H. Muhyiddin, M.Ag menyampaikan sambutan dalam acara Ulama Menyapa Goes to Campus

Semarang │Unimus (14/2/2019)  Perilaku kekerasan, radikalisme dan terorisme menjadi perhatian Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah. Unimus dan MUI bersinergi menyuarakan penolakan radikalisme di lingkungan kampus. Upaya tersebut di wujudkan dalam kegiatan talkshow dan dialog interaktif kerjasama Unimus dengan MUI Jawa Tengah, Masjid Agung Jawa Tengah dan TVKU. Mengambil tajuk Ulama Menyapa Ulama Goes to Campus bertema “Strategi Kampus Memerangi Radikalisme” talkshow di helat di aula NRC Unimus pada Kamis (14/02/19). Hadirkan pembicara Rektor Unimus Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd dan Dr. KH Fadlolan Musyafa’, Lc.MA sekretaris Komisi Fatwa MUI Jawa Tengah talkshow di ikuti 120 perwakilan mahasiswa dan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) di Unimus. Hadir pula sekretaris umum MUI Jawa Tengah Drs. H. Muhyiddin, M.Ag.

Dr. KH Fadlolan Musyafa’, Lc.MA mengungkapkan bahwa radikalisme ada dua yaitu radikalisme positif dan negatif. Radikalisme positif berkait dengan fanatisme menjalankan ajaran agama dengan benar, sedangka radikalisme negatif yang memaksakan sesuatu atau pemaknaan sesuatu tidak pada tempatnya misalnya jihad yang di konotasikan dengan pembunuhan. Mahasiswa harus memahami tipologi radikalisme. “Mahasiswa harus waspada ancaman skenario global untuk melemahkan bangsa Indonesia melalui pengeroposan anak muda. “Pengeroposan anak muda melalui perusakan aqidah atau agama dan perusakan melalui narkoba. Agar terhindar dari ancaman tersebut mahasiswa harus memperkuat agama dengan berguru pada ahli agama yang benar” paparnya.

Rektor Unimus Prof. Dr. Masrukhi bergambar bersama KH Fadlolan Musyafa’, Lc.MA, Drs. H. Muhyiddin, M.Ag, pengurus MAJT dan host TVKU

Rektor Unimus Prof. Dr. Masrukhi menyampaikan bahwa radikalisme negatif bersifat memaksakan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dalam konteks keIndonesiaan. Ditanya tentang apakah radikalisme sudah merambah kampus, Rektor Unimus menyampaikan bahwa mahasiswa adalah sosok mencari idelism. “Mahasiswa idealis konfrontatif, idealis realistis, idealis profesional, idealis oportunis dan tipologi pesta. Tipologi negatif antara lain mahasiswa dengan tipologi idealis konfrontatif dan tipologi pesta-pesta, idealis konfrontatif memaksakan kehendaknya dengan demonstrasi dan turun ke jalan. Sedangkan tipologi pesta-pesta selalu bersenang-senang menghabiskan waktunya yang biasanya mudah di susupi radikalisme” papar Prof. Masrukhi. Rektor juga membagi pengalamannya ketika mengatasi radikalisme mahasiswa yang terlibat jaringan NII. Prof. Masrukhi menyatakan kalangan kampus hendaknya belajar dari kasus organisasi terlarang Negara Islam Indonesia atau NII yang beberapa tahun lalu pernah muncul ke permukaan. Waktu itu NII “berhasil” menarik sejumlah mahasiswa ikut dalam gerakannya. Mereka yang berhasil direkrut NII biasanya mengalami perubahan luar biasa, misalnya yang semula sering berkumpul dengan banyak teman menjadi penyendiri bahkan menjadi kurang beretika. Bahkan ada yang sampai “di cuci otak’ sehingga mahasiswa korban NII tersebut tidak lagi mengenali orang tuanya. Prof. Dr. Masrukhi menandaskan bahwa pendidikan sebagai sebuah bidang yang sangat strategis bagi pembangunan bangsa, mempunyai tanggung jawab dalam mengurai dan memposisikan kembali apresiasi religi agar tidak terjebak dalam gerakan radikalisme. “Sebagai upaya mengantisipasi bahaya radikalisme,  Unimus menanamkan budaya Islami yang di tanamkan dan diinternalisasi ke dalam kehidupan sehari-hari” pungkas Rektor.

Reportase UPT Humas & Keprotokoleran

Loading

Leave a Reply