Rektor Unimus, Prof. Dr. Masrukhi menyampaikan sambutan dan pengamalan mengatasi radikalisme di kalangan mahasiswa

Semarang │Unimus (19/09/2018)  Perilaku kekerasan, radikalisme dan terorisme menjadi perhatian Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus). Unimus bertekad tolak radikalisme dan terorisme di lingkungan kampus. Upaya tersebut di wujudkan dalam menjalin kerjasama dengan Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Unimus bersama Polda Jateng dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyuarakan soal rentannya mahasiswa terseret paham radikal dalam acara acara Joint Analysis :”Dialog dan Deklarasi Perguruan Tinggi dalam Menolak Radikalisme dan Terorisme di Lingkungan Kampus” yang di selenggarakan Polda Jateng dan Unimus pada Kamis (20/09/2018). Di gelar di Aula RSGM Unimus, dialog menampilkan empat pembicara yaitu ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jateng Dr Tafsir MAg,, perwakilan BNPT Jawa Tengah yang juga pengurus MUI Jateng Dr KH Fadlolan Musyaffa’ LC, MA, Rektor Unimus, Prof. Dr. Masrukhi, serta Ust Abu Tho’at yang merupakan mantan teroris dan pemerhati gerakan radikalisme.

Acara di buka oleh Kasubdit IV Ditintelkam Polda Jawa Tengah, AKBP Guki Ginting, M.Si yang hadir mewakili Kapolda Jateng. AKBP Guki Ginting mengatakan kegiatan dilaksanakan sebagai upaya antisipasi radikalisme di kampus. Kapolda Jawa Tengah Irjen Polisi Condrokirono melalui sambutan yang di sampaikan Kasubdit IV Ditintelkam Polda Jawa Tengah mengungkapkan bahwa pemerintah telah melakukan tindakan cepat penangkalan radikalisme melalui pencegahan dini dan mempersempit gerakan terorisme termasuk di lingkungan kampus.

Kasubdit IV Ditintelkam Polda Jawa Tengah, AKBP Guki Ginting, M.Si membacakan sambutan Kapolda Jawa Tengah

Pada kesempatan tersebut Rektor Unimus Prof. Dr. Masrukhi membagi pengalamannya ketika mengatasi radikalisme mahasiswa yang terlibat jaringan NII. Rektor Unimus menyatakan kalangan kampus hendaknya belajar dari kasus organisasi terlarang Negara Islam Indonesia atau NII yang beberapa tahun lalu pernah muncul ke permukaan. Waktu itu NII “berhasil” menarik sejumlah mahasiswa ikut dalam gerakannya. Mereka yang berhasil direkrut NII biasanya mengalami perubahan luar biasa, misalnya yang semula sering berkumpul dengan banyak teman menjadi penyendiri, dia sering mengaku datang ke pengajian tetapi tidak mau menyebutkan di mana pengajiannya. Bahkan ada yang sampai “di cuci otak’ sehingga mahasiswa korban NII tersebut tidak lagi mengenali orang tuanya. “Lingkungan kampus harus waspada manakala ada mahasiswa yang semula aktif menjadi tertutup dan eksklusif, jarang masuk kuliah dan sering mengikuti kajian yang tidak jelas. Itu bisa menjadi tanda bahwa masiswa tersebut mugkin terlibat dengan gerakan radikalisme salah satunya NIII” paparnya. Prof. Dr. Masrukhi menandaskan bahwa pendidikan sebagai sebuah bidang yang sangat strategis bagi pembangunan bangsa, mempunyai tanggung jawab dalam mengurai dan memposisikan kembali apresiasi religi agar tidak terjebak dalam gerakan radikalisme.

Rektor Unimus, Prof. Dr. Masrukhi dan Kasubdit IV Ditintelkam Polda Jawa Tengah, AKBP Guki Ginting, M.Si menunjukkan MoU antara Polda Jawa Tengah dan Unimus

Pada kesempatan dialog tersebut Ir Mustofa atau lebih dikenal dengan Ustad Abu Tholud menceritakan tentang dirinya yang dulunya pernah ikut dalam kelopmpok terorisme karena ketidaktahuannya dan sekarang sudah sadar seraya meminta mahasiswa menolak gerakan radikalisme dan terorisme yang banyak menyasar kalangan mahasiswa. Dalam studi kritis tentang radikalismenya itu, Abu Tholud yang dulunya pernah menjadi aktivis mahasiswa ini membedakan dua tipe radikalisme yaitu radikalisme konstruktif dengan ciri taat beragama, tanggungjawab, jujur dan lain lain dengan radikalisme destruktif dengan ciri di antaranya abai terhadap agama, tidak bertanggungjawab, dusta dan lain lain. Abu Tholut juga menyebut ISIS sebagai kelompok Khawarij, atau kelompok pelaku bid’ah. Ia sangat tidak setuju dengan ISIS karena ISIS merupakan bentuk Khawarij masa kini dengan ciri-ciri tidak menghormati ulama dan orang yang lebih tua darinya.  Abu Tholut juga mengungkapkan penyebab orang-orang bergabung ISIS agar  mahasiswa bisa melakukan antisipasi. “Penyebabnya antara lain terpesona tayangan heroik, ilmu agama dangkal, ada figur yang dikagumi, menerima informasi tidak obyektif, putus asa, aspirasi tidak tertampung, dan termakan iming-iming yang tidak realistis” paparnya. Tak lupa ia menghimbau agar mahasiswa tidak terlibat dengan kegiatan radikalisme dengan cara jeli dalam menyikapi setiap berita propaganda.

Perwakilan Mahasiswa Unimus mendeklarasikan penolakan terhadap radikalisme dan terorisme

Sementara itu Ketua PWM Jateng   memaparkan masyarakat termasuk para mahasiswa tidak akan ikut gerakan radikalisme ataupun terorisme kalau mereka memegang teguh ajaran Islam serta menjalankan secara utuh pelajaran yang didapat lewat organisasi keislaman yang diikutinya seperti Muhammadiyah ataupun NU. “Kalau seutuhnya mengikuti Islam berkemajuan atau Muhammadiyah maupun Islam Nusantara atau NU maka tidak akan ada masyarakat atau mahasiswa ikut aliran radikal atau terorisme. Karena organisasi Islam di Indonesia semuanya baik mengingat mereka mengakui sepenuhnya NKRI, Pancasila dan UUD 1945” ujar Tafsir.

Acara di akhiri dengan deklarasi penolakan terhadap radikalisme dan terorisme oleh perwakilan mahasiswa Unimus. Persatuan mahasiswa Unimus menyuarakan penolakannya terhadap radikalisme dan terorisme dan bertekad memerangi radikalisme di kalangan kampus.

 

Reportase UPT Humas & Keprotokoleran

Loading

Leave a Reply