Semarang Ι (10/06/2020) Harapan setiap orang di negara ini adalah pandemi Covid-19 segera berakhir dan dapat menjalani aktifitas sehari-hari seperti sebelum pandemi. Tentu ada banyak penyesuaian pasca pandemi untuk menuju kondisi yang normal kembali. Ada pula berbagai pertimbangan tentang kesiapan banyak pihak untuk kembali menjalani aktifitas normal pasca pandemi. Berpijak dari itu, Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) adakan diskusi online bertajuk “Apakah Anda Yakin dengan New Normal?”. Diskusi digelar secara daring dengan video conference dan disiarkan langsung secara streaming menghadirkan empat narasumber pakar. Dipandu oleh moderator Ketua LP3M Unimus Dr. Edy Soesanto, S.Kp, M.Kes dari aula gedung FK Unimus acara yang disingkat dengan “Diskonin” dilaksanakan Rabu (10/06/2020).
Tampil sebagai pembicara pertama adalah Dr. Abdul Mu’ti, MA (Sekjen PP Muhammadiyah) memaparkan tentang “Ikhtiar Muhammadiyah Menghadapi New Normal”. Pemateri kedua adalah Prof. Dr. dr. Zainal Muttaqin, Sp.S, Ph.D (Praktisi kedokteran RSUP Dr. Kariadi) menyampaikan topik “Beradaptasi dengan Covid-19 menuju New Normal”. Pembicara selanjutnya adalah Dr. Edy Wuryanto, M.Kep (Anggota Komisi IX DPR RI) dengan materi “Beradaptasi dengan Kebijakan New Normal”. Diskusi online ditutup dengan paparan materi oleh Rektor Unimus Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd yang menyampaikan topik “Pendekatan Sosial Budaya: Bagaimana Masyarakat Harus Bersikap?”. Diikuti secara online oleh lebih dari 1000 orang terdiri dari civitas akademika Unimus dan masyarakat umum, diskusi ditutup pukul 12.15 wib.
Disampaikan oleh Dr. Abdul Mu’ti, sebenarnya tidak ada terminologi dalam “New Normal”, Menurutnya istilah “New Normal” tidak gegabah digunakan, akan lebih tepat dipakai istilah “New Reality”. “Semua elemen bangsa harus menikmati realitas baru, harus menyiapkan diri sebaik-baiknya. Jangan gara-gara ambyur dalam new normal menjadi ambyar semuanya Tak hanya beperilaku dan tata cara baru tapi juga peradaban yang baru dalam menjaga kebersihan, memakai masker, dll” terangnya. Sekjen PP Muhammadiyah tersebut juga menambahkan bahwa masyarakat harus meningkatkan iman dan imun namun tidak eman. Mengembangkan berbagai kajian, menerapkan berbagai habbit baru. “Kajian akademik dijadikan pijakan dasar dalam mengambil kebijakan. Keyakinan sebaiknya dibentuk berdasarkan data dan fakta. Kebijakan yang tepat akan meningkatkan kedisiplinan dalam mematuhi protokol kesehatan” tambahnya.
Narasumber Prof. Dr. dr. Zainal Muttaqin membuka dialog dengan bercerita tentang pengalamannya terinfeksi Covid-19 yang harus menjalani karantina meski tanpa gejala. Pihaknya mengatakan, pasien terkonfirmasi Covid-19 akan cepat sembuh manakala meningkat imunnya dengan makanan makan yang bergizi, mengkonsumsi multivitamin, selalu berpikir positif, selalu bahagia dan memenuhi protokol kesehatan yang tepat. Ditambahkan oleh Prof. Zainal, bahwa secara umum saat ini Indonesia belum siap untuk melakukan “New Normal” mengingat lonjakan kasus baru masih tinggi. “Saat ini jumlah pemeriksaan cepat yang dilakukan didata berdasarkan jumlah sampel bukan jumlah pasien, artinya jumlah orang yang diperiksa bisa lebih sedikit” terangnya. “Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam menyiapkan new normal adalah tracing secara mendalam pada setiap lapisan yang terpapar dengan pasien terkonfirmasi positif. Ini yang masih sangat kurang di Indonesia, kalah dengan Vietnam”terangnya.
Sementara itu Dr. Edy Wuryanto menyampaikan kesiapan pemerintah terkait dengan pengawasa pembiayaan dan penganggaran keuangan untuk mengatasi pandemi Covid-19. Pihahknya menyampaikan bahwa DPR telah memberikan masukan-masukan terkait dengan kebijakan yang diambil pemerintah tekait Covid-19. “New normal dipertimbangkan karena virus corona tidak akan hilang dan vaksin belum ditemukan. Kalau masyarakat terus dirumah, roda perekonomian berhenti, daya beli menurun, gizi buruk dan imunitas menurun. Berbagai perbaikan dan penyesuaian masa pandemi terus dilakukan pemerintah diberbagai sektor termasuk di bidang kesehatan, pendidikan, pelayanan publik, maupun ekonomi” terangnya.
Dialog ditutup oleh Prof. Masrukhi dengan menyampaikan kajian permasalah pandemi Covid-19 dari kajian sosial budaya. Ada 4 mahzab dalam menghadapi Covid-19, terang Prof. Masrukhi. “Mahzab kesehatan menganggap bahwa sehat itu mahal, nyawa tidak bisa diganti maka PSBB harus diperpanjang. Mahzab ekonomi menganggap bahwa kita butuh makan, ekonomi harus jalan maka saatnya hidup normal dengan tetap menjaga protokol kesehatan. Sementara mahzab konspirasi berargumen bahwa ada hal yang tidak beres dibalik pandemi Covid-19. Sedangkan mahzab halusinasi menganggap bahwa Covid-19 adalah rekayasa medis dan media sehingga menganggap tidak perlu mematuhi protokol kesehatan” terangnya. “Pandemi ini berimbas pada aspek kesehatan, ekonomi, sosial, politik dan budaya. Nilai Pancasila menjadi landasan dalam berpikir dan bertindak. Negara akan berhasil keluar dari pandemi manakala memiliki persatuan dan solidaritas yang kuat” pungkasnya.
Reportase UPT Kehumasan