Semarang │Unimus (15/03/2019)  Perilaku kekerasan, radikalisme dan terorisme terus menjadi perhatian Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus). Unimus bertekad tolak terorisme di lingkungan kampus. Upaya tersebut di wujudkan dalam menjalin kerjasama dengan Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Unimus bekerjasama dengan Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Tengah menyuarakan penolakan terhadap terorisme melalui  Focus Group Discussion (FGD) bertema” Terorisme, ajaran Islam atau bukan?” yang di selenggarakan pada Selasa (15/03/2019). FGD menampilkan empat pembicara yaitu ketua Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah (Dr. Drs. Rozihan, S.H., M.Ag), staf pengajar FISIP Undip dan pemerhati politik (Muchamad Yuliyanto, S.Sos, M.Si), Direktur Yayasan Jalin Perdamaian (Yudi Zulfahri, S.STP, M.Si) dan Rektor Unimus (Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd.). Diikuti ratusan mahasiswa, dosen, dan organisasi mahasiswa di Unimus, FGD di gelar di auditorium Fakultas Kedokteran Unimus.

Kasubdit IV Ditintelkam Polda Jawa Tengah, AKBP Guki Ginting, SIK, MM membacakan sambutan Kapolda jawa Tengah

Acara di buka oleh Kasubdit IV Ditintelkam Polda Jawa Tengah, AKBP Guki Ginting, SIK, MM yang hadir mewakili Kapolda Jateng. Kapolda Jawa Tengah Irjen Polisi Condrokirono melalui sambutan yang di bacakan Kasubdit IV Ditintelkam Polda Jawa Tengah mengungkapkan bahwa kegiatan yang tepat yang harus di berikan kepada mahasiswa atau pemuda karena mereka merupakan kekuatan potensial suatu bangsa yang selalu berperan dalam setiap peristiwa sejarah perjuangan bangsa. “Kekuatan pemuda merupakan investasi utama bagi bangsa untuk memenuhi tuntutan dalam lingkungan global yang kian tak terelakan. Survey BNPT menyebutkan 39% Mahasiswa di 15 Provinsi di Indonesia tertarik paham radikal. Hal ini perlu diantisipasi secara dini agar tidak berlanjut pada terorisme. Hasil survey menguatkan dugaan bahwa generasi muda menjadi target penyebaran radikalisme dan kampus rentan menjadi tempat penyebarannya” terangnya.

Lebih lanjut diterangkan oleh AKBP Guki Ginting, saat ini perkembangan terorisme begitu mengganggu, berbagai aksi terorisme mulai menargetkan aparat keamanan, tempat ibadah, dan berbagai tempat kegiatan masyarakat lainnya. “Indikasi ini menunjukkan bahwa tindakan terorisme tidak lagi ditargetkan pada “musuh asing”, namun kini menargetkan lebih banyak pada “musuh domestik ” (seperti umat agama lain atau pemerintah yang dianggap menghambat perjuangan mereka serta pemerintah yang dianggap mendukung musuh asing) dan tidak membela kepentingan umat Islam” tambahnya. “Seiring dengan menguatnya isu global tentang ideologi transnasional dan meningkatnya serangan teror belakangan ini, Islam tidak mengajarkan kekerasan untuk berdakwah atau memaksakan kehendaknya untuk  mengikuti kemauannya. Islam adalah agama perdamaian. Insiden bom bunuh diri dengan dalih agama Islam itu tidak di benarkan, dan nilai yang terkandung dalam al-qur’an adalah cinta, terorisme itu tak terkait agama, Islam itu bukan agama teroris tapi islam adalah rahmatan lil alamin” pungkasmya.

Sementara Rektor Unimus Prof. Dr. Masrukhi menyampaikan pada jaman sekarang ini informasi adalah hal yang sangat penting untuk bias menguasai segala hal, dan keyakinan masyarakat akan lebih dominan dipengaruhi oleh opini dibandingan dengan data dan fakta yang ada. “Informasi yang berkaitan dengan agama akan dikaitkan oleh gerakan radikal, dan itu tergantung bagaimana opini publik menggring kearah hal tersebut dengan adanya media masa” terang Prof. Masrukhi. “Unimus sudah beberapa kali mengadakan kegiatan penolakan faham radikalisme, kegiatan FGD yang bekerja dilaksanakan sebagai upaya mensosialisasikan penolakan faham terorisme di kampus. Pemberian informasi yang benar tentang faham terorisme akan meningkatkan pemahaman tentang bahaya terorisme hal ini penting karena generasi muda menjadi target penyebaran radikalisme” pungkasnya.

Wakjl Ketua PWM Jawa Dr. Rozihan Tengah memaparkan penjelasannya

Sementara itu menurut Rozihan dan Yulianto, kondisi Indonesia saat pendirian bangsa ini sangat elok dan bagus. PAda 8 tokoh Islam dalam BPUPKI (Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan hanya seorang yang non Islam terlibat dalam pendirian negara Indonesia yaitu AA Maramis. Tokoh Islam yang mayoritas tersebut sangat bijak mau menerima dan mengakomodasi masukan non Islam, khususnya menghilangkan sejumlah kata pada draft Pancasila menjadi sila pertama pada Pancasila seperti yang sekarang ini.

Reportase UPT Humas & Keprotokoleran

Loading

Leave a Reply